Saya adalah orang sumba, Putra asli Sumba, terlahir dan besar di sumba. Tulisan ini saya tulis untuk mengenang tanahku yang memberikan segalanya untukku. Tema yang saya angkatpun adalah Sumba Dalam Bayangku, hal ini sengaja saya tulis untuk di jadikan sebuah cahaya untuk mengenang Sumba yang berjasa besar bagi pertualangan hidupku.
Bagi banyak orang Sumba identikkan dengan daerah yang primitif, daerah yang masih memeluk Agama Marapu, daerah yang banyak kuda liarnya, sampai-sampai di ketawain teman-teman yang bukan orang Sumba. Dalam bayangan mereka kuda liar adalah kuda yang tidak ada pemiliknya, padahal kuda-kuda tersebut memiliki tuan. Tidak dipersoalkan anggapan mereka dan wajar saja kalau anggapan kuda liar itu berlebihan, karena memang yang terjadi kuda-kuda tersebut dilepas berkeliaran dipadang sabana yang luas untuk memncari makannya sendiri. Saking membayakan kuda liar nyantol juga di susu kuda liar (saya belum pernah mencicipi susu kuda liar).
Namun, teman-teman yang menertawakan keberadaan kuda liar tertantang untuk mengunjungi sumba. Perkiraan saya adalah mungkin salah satunya ingin melihat kuda liar sehingga ada niat mereka untuk berkunjung ke sumba. Bukan hanya kuda liarnya saja, varian wisata lain juga tidak kalah menarik untuk dinikmati dan dikunjungi.
Membayangkan Sumba dari Tanah Seberang.
Mengenang sumba yang merupakan tanah kelahiran sebuah ekspresi yang tidak berlebebihan, akan tetapi hal yang wajar. Secara pribadi saya memandang sumba sebagai “Surga”. Surga dalam tanda kutip bermaksud bukan seperti surga yang pernah diajarkan dalam agama-agama, namun surga yang memberikan kebahagian bagiku.
Secara garis besar sumba masih sangat tertinggal dengan daerah lain, seperti jawa, namun seiring berjalannya waktu pembangunan terus digalakkan apalagi diera otonomi daerah. Bagi banyak orang, sumba masih sangat terbelakang, masih tertinggal, masih kurang segala-galanya, akan tetapi bagi ku sumba adalah kebahagianku. Tak berlebihan ketika saya mengatakan demikian, karena memang saya dibesarkan dengan budayanya.
Menjadi orang sumba memberikan kebahagian yang terbesar dalam hidupku. Pengalaman sejak kecil sampai besar mengantar saya sebagai orang sumba tulen yang mencintai karya-karyanya. Sebagai seoarang yang mencari secercah harapan di tanah orang membawaku dalam ruang keheningan untuk mengenangnya. Berpisah dengan surgaku tidak memudarkan semangat dan cintaku terhadapnya. Bayangan selalu teringat adalah ringkik kudamu dan wangi cendanamu.
Kekuatan Marapu Masih Bertahan
Mungkin sumba merupakan salah satu daerah di Indonesia yang mempertahankan budayanya. Masyarakat sumba masih menjalankan budaya Marapu. Marapu menjadi falsafah hidup bagi berbagai ungkapan budaya Sumba. Marapu merupakan kepercayaan terhadap roh nenek moyang/leluhur. Kepercayaan ini masih hidup ditengah-tengah masyarakat Sumba.
Kekuatan Marapu masih sangat kuat, masyarakat Sumba masih menjalankan ritus-ritus Marapu dalam kehidupan sehari-harinya. Marapu mendasari segala aspek kehidupan masyarakat Sumba, dan hal ini yang kemudian menjadi landasan bergeraknya orang sumba. Dalam era modernisasi, masyarakat sumba masih mempertahankan budaya Marapu, walaupun tidak dapat dipungkiri ada sebagian yang sudah melupakan. Namun pada umumnya Budaya marapu masih hidup di tengah-tengah masyarakat.
Budaya marapu sudah mendarah daging disetiap masyarakat sumba, tidak terkecuali saya. Satu pengalaman, saya ditanyakan teman tentang agama saya, dengan spontanitas saya menjawab saya agama Marapu. Padahal dalam KTP saya jelas-jelas Agama Kriten Protestan.hehehehe. parah. Setelah saya menjawab pertanyaan itu baru menyadari bahwa saya beragama Kristen, dan saya beranggapan tak apalah, mungkin memang Marapu sudah melekat kuat dalam diriku sehingga saya menjawab demikian.
Beriringan dengan saya masih berfikir dengan jawaban yang tadi, teman saya juga melanjutkan pertanyaannya, kenapa kamu mengatakan demikian? Jawabku, yah,,itu mungkin ekspresi saya terhadap kearifan (kekayaan budaya daerahku) daerahku.
Teman saya semakin penasaran dan melanjutkan pertanyaannya. Mengapa kamu sangat bangga dengan kepercayaan Marapumu? Saya bukan menjawab, namun bertanya balik, kenapa kamu bangga dengan kepercayaanmu saat ini, padahal kalau dipikir itu budaya (agama) luar yang di bawa kesini, padahal sebenarnya nenek moyangmupun memiliki kepercayaan suku sebelumnya. Teman saya menjawab, karena agamaku mengajarkan tentang kasih. Dan saat itu saya menjawab, bahwa Marapupun mengajarkan hal yang sama, cuman pendekatannya yang berbeda. Saya menyambung dengan memberikan perumpamaan, satu tambah satu hasilnya dua, tiga kurang satu hasilnya juga dua, artinya kedua hasil tersebut sama, namun perbedaannya pada pendekatan, jadi tidak jauh berbeda dengan pendekatan yang digunakan agama-agama yang ada.
Temanku ini tidak merasa puas dengan jawaban saya. Dengan spontan saya mengatakan demikian, ngapain kita membahas agama, wong kita tidak percaya agama. Kitakan percaya Tuhan, bukan agama bro, untuk itu kita bahas yang lain saja. Akhirnya kamipun mencari topik lain untuk di diskusikan.
Berkaitan dengan cerita pengalaman saya, menceritakan sumba menjadi suatu semangat yang menggebu-gebu. Karena, setiap orang sumba sangat bangga menjadi orang sumba.
Sebagai persembahan terhadap tanah kelahiranku saya hanya menaruh harapanku untuk tetap terjaga dan menjadi tempat yang selalu dikenang dan tak akan dilupakan. Sumba engkau adalah nafasku, engkau adalah jiwaku, engkau adalah rohku. I Love Sumba and God Bless.
0 komentar:
Posting Komentar